Rabu, 22 Juni 2011

Bab III Logika

Bab III

Logika (Logic)

I. Definisi

Logika adalah dasar dari semua penalaran (reasoning). Penalaran didasarkan pada hubungan antara pernyataan (statements).

Proposisi adalah pernyataan atau kalimat deklaratif yang bernilai benar (true) atau salah (false), tetapi tidak keduanya.

Contoh:

“Gajah lebih besar dari tikus.”

Apakah ini pernyataan? Ya

Apakah ini sebuah preposisi? Ya

Apakah nilai kebenaran dari preposisi ini? BENAR

“y > 5”

Apakah ini sebuah pernyataan? Ya

Apakah ini sebuah proposisi? Tidak

Nilai kebenaran dari pernyataan tersebut bergantung pada y, tapi nilainya belum ditentukan.

Pernyataan jenis ini kita sebut sebagai fungsi proposisi atau kalimat terbuka.

Di bawah ini adalah beberapa contoh proposisi:

(a) 13 adalah bilangan ganjil.

(b) Soekarno adalah alumnus UGM.

(c) 1 + 1 = 2

(d) Ada monyet di bulan

(e) Hari ini adalah hari Rabu

Maka, dapat disimpulkan bahwa Proposisi adalah kalimat berita, bukan kalimat Tanya atau kalimat perintah.

II. Mengkombinasikan Proposisi

a. Misalkan p dan q adalah proposisi

1. Konjungsi : p dan q

Notasi: p ^ q

2. Disjungsi : p atau q

Notasi : p q

3. Ingkaran dar p: tidak p

Notasi: ~p

b. P dan q disebut proposisi atomic

c. Kombinasi p dengan q menghasilkan proposisi majemuk

Contoh:

P : Hari ini hujan

Q: murid-murid diliburkan dari sekolah

p q: Hari ini hujan dan murid-murid diliburkan dari sekolah

p q : Hari ini hujan atau murid-murid diliburkan dari sekolah

~p : Tidak benar hari ini hujan (atau : Hari ini tidak hujan)

III. Tabel Kebenaran

p

q

p q

T

T

T

T

F

F

F

T

F

F

F

F

p

q

p q

T

T

T

T

F

T

F

T

T

F

F

F

P

~P

T

F

F

T

· Proposisi majemuk disebut tautology jika ia benar untuk semua kasus

· Proposisi majemuk disebut kontradiksi jika ia salah untuk semua kasus

IV. Hukum-hukum Logika

Disebut juga hukum-hukum aljabar proposisi










V. Disjungsi

Kata ‘atau’ (or) dalam operasi logika digunakan dalam salah satu dari dua cara:

1. Inclusive or

‘atau’ berarti ‘p atau q atau keduanya’

Contoh: ‘Tenaga kerja yang dibutuhkan menguasai Corel Draw atau Adobe Illustrator”

2. Exclusive or

‘atau’ berarti ‘p atau q tetapi tidak keduanya’

Contoh: “Kamu pilih saya atau dia!”

Bab II -Relasi

Bab II

Relasi dan Fungsi

I. Relasi

a. Definisi

Relasi biner adalah aturan yang menghubungkan antara dua himpunan.

Contoh:

Misalkan A = {2,3,4} dan B={2,4,8,9,15}.

Jika kita definisikan relasi R dari A ke B dengan aturan :

jika a factor prima dari b

Seperti yang telah dipelajari sebelumnya, Cartesian product A x B adalah :

Dengan menggunakan definisi relasi di atas, realsi R dari A ke B yang mengikuti aturan tersebut adalah:

R = {(2,2),(2,4),(2,8),(3,9),(3,15)}

b. Penyajian

Terdapat beberapa cara untuk menyajikan sebuah relasi:

1. Penyajian relasi dengan diagram panah.

2. Penyajian berupa pasangan terurut

3. Penyajian Relasi dengan tabel

4. Penyajian relasi dengan matriks

5. Penyajian relasi dengan graf berarah

c. Sifat-sifat Relasi

1. Refleksif

Suatu relasi dikatakan bersifat refleksif jika setiap anggota himpunan terhubungan oleh relasinya. Sifat refleksif member beberapa cirri khas dalam penyajian suatu relasi, yaitu:

· Relasi yang bersifat refleksif mempunyai matriks yang unsure diagonal utamanya semua bernilai 1.

· Relasi yang bersifat refleksif jika disajikan dalam bentuk graf berarah maka pada graf tersebut senantiasa ditemukan loop pada setiap simpulnya.

2. Transitif

Suatu relasi R pada himpunan A bersifat transitif jika dan maka untuk

Sifat transitif memberikan beberapa cirri khas dalam penyajian suatu relasi, yaitu: sifat ransitif pada graf berarah ditunjukkan oleh:

Jika ada busur dari a ke b dan busur dari b ke c, maka juga terdapat busur berarah dari a ke c.

3. Simetri dan anti simetri

Suatu relasi R pada himpunan A dinamanakan bersifat simetri jika untuk setiap , maka . Suatu relasi R pada himpunan A dikatakan tidak simetri jika sementara itu .

Sifat simetri dan anti simetri memberikan beberapa cirri khas dalam penyajian berbentuk matriks maupun graf, yaitu:

· Relasi yang bersifat simetri mempunyai matriks yang unsure-unsur di bawah diagonal utama merupakan pencerminan dari elemen-unsur di atas diagonal utama.

· Relasi yang bersifat anti simetri mempunyai matriks yang unsurnya akan menjadi berselang-seling dengan pencerminan pada diagonal utama.